Alkisah, sepulang dari sekolah, Putri datang kepada ayahnya yang
sedang membaca koran di teras belakang rumah.
“Ayah, ”
sapa Putri dengan kepala tertunduk dan nada suara yang murung.
Sambil
menurunkan koran yang sedang dibacanya, sang ayah memandang putrinya
yang beranjak remaja itu. “Ada apa, Nak? Bagaimana di sekolah?”
“Ayah.
Putri merasa capek. Putri sudah belajar mati-matian, untuk mendapat
nilai bagus di sekolah. Tapi teman sekelasku bisa dapat nilai bagus
dengan cara mencontek. Itu kan tidak adil namanya. Putri juga capek
karena harus membantu ibu membersihkan rumah hingga waktu belajarku jadi
kurang, sedangkan temanku pada punya pembantu. Kenapa kita tidak punya
pembantu, Ayah?”
Dengan suara lebih lantang, si Putri
melanjutkan uneg-unegnya.
“Putri juga capek, karena harus
menabung dulu untuk bisa membeli sesuatu, sedang temanku bisa belanja
tanpa harus menabung. Lebih capek lagi, Putri harus menjaga segala
ucapan dan tingkah laku, sedangkan teman-temanku seenaknya berbicara
sampai Putri sakit hati! Pokoknya, Putri capeeek menahan diri. Putri
ingin seperti mereka. Bebas berkata dan melakukan apapun.” Dari suara
sendu, Putri pun kemudian menangis tersedu-sedu.
Sambil
mengelus kepala anak si putri penuh sayang, ayah berkata, ”Jangan
menangis Putri. Ayo ikut, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu!”
Sambil
bergandengan tangan, ayah-anak itu menyusuri jalan yang berlubang di
sana sini dengan banyak genangan air, semak berduri dan berbagai
serangga yang berdengung di sekitar mereka.
”Ayah, kita
mau ke mana sih?” tanya si Putri bingung. “Jalanan begitu kotor,
aduuh... kaki Putri luka tergores duri. Iiih banyak nyamuk dan serangga
pula!”
Sang ayah hanya menjawab pendek, “Sabar Putri,
tegar Putri, sebentar lagi....”
Akhir perjalanan, mereka
sampai di sebuah telaga yang menakjubkan. Airnya sangat jernih dan
segar. Di sekelilingnya bunga yang cantik dan pepohonan yang rindang,
serta burung dan kupu-kupu beraneka warna. Si Putri terpana kagum.
”Anakku,
tahukah kau mengapa di sini begitu sepi padahal tempat ini amat indah?
Karena tidak banyak orang yang mau bersusah payah menyusuri jalan kecil
yang jelek tadi sehingga mereka tidak bisa menikmati surga alam yang
begitu indah. Untuk menikmati sesuatu yang indah, perlu perjuangan dan
kesabaran. Sama seperti kehidupan ini, harus sabar, tegar dalam bersikap
baik, sabar dalam kejujuran, sabar dalam memperjuangkan kebenaran
nilai. Tegar dalam menghadapi setiap kesulitan dan masalah yang muncul.
"
“Tapi Yah, kan tidak mudah untuk selalu bersabar dalam
kebenaran.”
“Memang,” jawab sang ayah dengan lembut.
“Karena itu, Ayah dan ibu senantiasa menggenggam tangan Putri,
membimbing dan mendukung dalam kebaikan dan kebenaran. Hingga kelak
suatu saat nanti, Putri mampu tegak berjalan sendiri, mulia bagi
keluarga dan sesama. Apakah Putri mengerti?”
”Mengerti
Ayah, terima kasih.”
Posting Komentar